Peluncuran Buku

 (Ini berita yang diturunkan oleh harian Radar Banjarmasin pada Minggu, 18 Maret 2007. Saya sertakan juga foto-foto saat peluncuran buku)

Jejak-jejak Angin Hajri dan Dian 
 
SENIN Malam, 12 Maret 2007 lalu, dua seniman muda Hajriansyah dan M Nahdiansyah Abdi me-launching sebuah buku bertajuk “Jejak-jejak Angin” yang berisi kumpulan puisi mereka berdua.Siang harinya, Selasa 13 Maret 2007, bertempat di Gedung Wargasari Taman Budaya Kalsel, bedah buku digelar. Berbagai komentar, pujian, saran, dan masukkan diberikan kepada mereka berdua. 

Seniman Kalsel yang kini menetap di Jogjakarta, Dr Faruk mengungkapkan, dalam buku yang mereka (Hajri dan Dian, red) luncurkan, mereka berdua memperlihatkan sikap yang berbeda dalam menafsirkan ketegangan.Dikatakan Faruk, Hajri adalah orang yang sangat serius dalam mengatasi sebuah ketegangan. Namun, terkadang, karena keseriusannya itu, malah muncul keputus-asaan. Sementara Dian, berkarakter sebaliknya. Dian tak menganggap serius sebuah ketegangan. 


Puisi-puisi Hajriansyah dalam buku Jejak-jejak Angin itu, katanya cenderung memperlihatkan perjuangan yang terus-menerus untuk menjadi tak terbatas dalam kungkungan kesempitan promordial keagamaan, kesempitan diri, dan kesempitan kekinian.“Dalam batas tertentu, ia kadang tak pernah merasa puas, sehingga ia terus berusaha untuk meraih keluasan tak terbatas. Akan tetapi, dalam batas-batas yang lain, ia terkadang terdampar kembali kepada kekinian, menerima dirinya sebagaimana adanya, dan puas pada apa yang sudah ia punyai,” ungkap Faruk yang turut menyumbangkan tulisan sebagai pengantar di buku Jejak-jejak Angin itu. 

Bagaimana dengan komentar seniman-seniman lainnya? H Adjim Arijadi, tokoh seniman Kalsel mengaku bangga dengan keberhasilan Hajri dan Dian dalam membukukan karya-karya mereka. Setidaknya kata Adjiem, buku tersebut telah menambah perbendahaan buku sastra di Kalimantan Selatan. “Tentunya, ini juga menjadi motivasi bagi seniman-seniman, atau sastrawan-sastrawan lain untuk turut membukukan karya masing-masing,” tandas pimpinan Sanggar Budaya Kalsel tersebut. 

Menilai isi, Adjiem menyebutkan, puisi-puisi Hajri dan Dian cukup dewasa. Mereka berdua memiliki gaya dan karakter tersendiri. Hanya saja, dari segi teknis, ada beberapa hal yang katanya harus diperhatikan. Yakni, tidak adanya lembaran daftar isi pada buku, serta tidak adanya editor sehingga cukup banyak kata yang terpenggal atau salah ketik.“Tapi tentunya, ini tak perlu kita permasalahkan. Memang, setiap cetakan itu selalu ada kelemahan. Hanya saja, kalau misalnya ada terbitan ulang, mohon hal ini lebih diperhatikan,” saran Adjiem. 

Hal senada diungkapkan Kasubdin Kesenian Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kalsel, Drs H Syarifuddin R. Mengenai buku yang dilauching Hajri dan Dian, Syarifuddin juga mengaku sangat bangga. Bahkan katanya, sebagai “pendatang baru”, Hajri dan Dian sangat beruntung dapat membukukan karya-karya mereka. Apalagi, di buku tersebut terdapat komentar atau pengantar dari Dr Faruk. 

“Dari segi penulisan, saya kira tak jauh berbeda dengan karya-karya puisi seniman lain. Hanya saja, Hajri dan Dian lebih istimewa karena berani mengangkat tema-tema baru. Selamatlah untuk Hajri dan Dian. Semoga ini menjadi motivasi bagi seniman dan penulis-penulis lainnya,” tukas Syarifuddin. (ril) 




















(Saya lagi baca puisi dalam Jejak-jejak Angin)



(Micky Hidayat dalam sesi tanya jawab)















(Peserta diskusi)


(H Adjim Arijadi ? bertanya)














(Saya dan Hajriansyah, baju biru tua, terlindung kepala Hajri: Sainul Hermawan)