Senin, 10 Oktober 2011

ANAK-ANAK PERADABAN


Dengan pakaian pelampung, masker tebal, seiris kutukan
ia nyebrang jalan
kesandung pengemis

Kota bagai hologram
Berlutut di eksofagus hitam

Butir kenangan terjun bebas
Ia mendengar: tawa ngakak membombardir
Ia mendengar: tangis, seperti lempeng tembaga yang tipis

Tapi ia terlanjur tak mendengar
Hanya kentutnya yang terasa abadi

 Sabtu, 25 Mei 02

Tidak ada komentar:

Posting Komentar